Wednesday, September 30, 2015

Bibit, Ladang, dan Rawat

"Kalau sudah punya bibit yang baik, sebaiknya tanamlah di ladang yang baik. Tidak semua orang diberi anugerah sebagai pembawa gen Nabi Muhammad SAW melalui garis nasabnya. Siapkanlah tempat terbaik untuk mewariskan pembawa gen nabi Muhammad SAW ke generasi setelahnya, dan rawatlah agar dia benar-benar tumbuh dengan baik" Habib Ghazi ibn Zein Basyaiban.
Nasihat di atas diberikan oleh ami Ghazi saat silaturahim lebaran tahun ini. tidak seperti tahun sebelumnya, nasihat yang berhubungan dengan pernikahan tahun ini terdengar lebih serius. yeah its very serious.. mungkin karena saat ini saya sudah memasuki umur yang dibilang sudah cukup untuk menikah. #uyeah

but honestly, ini menjadi sebuah pemikiran di benakku beberapa waktu terakhir. Tumbuh dengan status sosial bawaan sebagai pembawa gen nabi Muhammad memang memiliki tanggung jawab tersendiri. Tanggung jawab untuk menjadi baik dan sebisa mungkin mencontoh perilaku dan tindak tanduk nabi Muhammad SAW dan juga tradisi dari yang berjalan sekian ratus tahun dari Bani Alawiy. Salah satu yang selalu menjadi perbincangan dan tekanan dari generasi ke generasi adalah tradisi equal stratum marriage, pernikahan dengan kelas sosial yang sama. 

Yah, yang saya maksud adalah pernikahan dengan bani alawiy antara sayyid/syarif dengan sayyidah/syarifah. Tidak ada yang salah dari tradisi dan system sosial ini, dan tidak ada yang perlu diperdebatkan, karena setiap masyarakat di semua suku di dunia memiliki system sosial untuk melindungi sesuatu yang menurut berharga menurut mereka, dan pembawa gen nabi itu menjadi sesuatu yang berharga bagi Bani Alawiy. 

Dalam  beberapa poin dalam pelaksanaan di Indonesia, ada beberapa hal yang tidak saya setujui. Pertama, aturan kesukuan ini terlalu dini diajarkan pada anak muda alawy dari kecil, sehingga secara tidak langsung mengajarkan gap antara alawiy dan ahwal pribumi. Poin kedua, pada beberapa hal, penyampaian hal ini yang berulang, malah bikin hal yang tak produktif di kalangan pemuda alawy. Mereka tersibukkan pada pembahasan sekitar itu saja, dan lupa pada bahasan keilmuan yang lebih penting. Setidaknya itu yg saya lihat. 

Sampai hari ini saya masih menjadi orang yang meyakini system sosial di atas bertujuan baik dan menghadirkan maslahat yang besar. Menjaga Anugerah pada generasi selanjutnya untuk tetap besar dengan membawa gen nabi muhammad baik dari jalur laki-laki maupun perempuan. Agar semuanya masih bersambung secara nasab maupun sanad kepada Rasulullah SAW.

Bukan cuma masalah nasab
Tentu kita sudah mafhum dari hadist nabi SAW, dalam perkara pernikahan, mempertimbangkan nasab bukanlah hal yang utama untuk dilakukan. Agama menjadi pertimbangan utama dalam melaksanakan sunnah nabi ini, karena itulah yang akan memberikan maslahat yang besar kedepannya. Masalahnya, hari ini di komunitas anak alawiy muda, jarang sekali yang mau mempelajari agama islam secara serius kecuali jika abahnya seorang dai. Selain itu, hal yang dikuasai yang berhubungan dengan agama hanyalah ttng membaca maulid dan membaca ratib. Kalau ditanya tentang hal lain yang detil mengenai sebuah perkara agama, banyak yang angkat tangan, atau banyak yang cuap-cuap seolah-olah tahu. Setidaknya itu dari pengamatan saya selama ini ketika berinteraksi dengan sekian banyak kawan-kawan yang berbackground sesama alawy, hal itu bisa saja salah, bisa juga benar. 

Maka mencari pasangan pewaris gen nabi, yang memenuhi kriteria pertama dari syarat berdasarkan sunnah rasulullah SAW yakni agama, menjadi hal yang sulit yang diwujudkan hari ini. Setidaknya karena saya bukan orang yang berkembang dan belajar banyak di luar lingkungan alawiy. 

ya embuhlah, jodoh udah jadi taqdir Allah. Tapi. 



Jodoh tetap harus diusahakan. 

Bibit, lahan, dan perawatan adalah hal yang tidak terpisahkan. 

Jogja-makassar, 24 okt 2015

0 komentar:

Post a Comment