Sunday, March 1, 2020

BUDAK CINTA [BAGIAN I]



Sebutlah Nelly, kembali ke Indonesia setelah beberapa kali pindah tempat berkarya dalam sepuluh tahun terakhir di luar di luar kampung halamannya. Gelar pendidikan tinggi, gelar profesi yang tersertifikasi internasional, serta experience sekian tahun menjadi modal besarnya untuk memutuskan pulang. Dengan kemampuan dan jejaring yang telah dibangun sebelumnya, kembali ke kampung halaman bukanlah pilihan yang harus dihindari. Ia sudah menyiapkan semuanya beberapa tahun terakhir sebelum sepenuhnya pindah.

Sekembali ke Indonesia, beberapa rekan SMAnya menyadari kalau dia tumbuh menjadi pribadi yang mandiri namun masih memilih belum berpasangan. Sebutlah Gilbert, junior selisih satu tahun dengan Nelly di SMA-nya. Gilbert sudah sejak SMA menaruh perhatian lebih pada Nelly, namun tak cukup nyali untuk mengutarakan dan memilih menyimpannya selama sekian tahun.

Kepulangan Nelly menjadi momen untuk Gilbert menyelesaikan apa yang telah disimpannya sekian lama. Dia cukup pede dengan background keluarga, pendidikan, dan posisinya sekarang di salah satu perusahaan oil and gas besar di Indonesia.

Pendek cerita, mereka menjalin komunikasi untuk menemukan kecocokan masing-masing menjadi pasangan. Nelly dengan background pendidikan dan pengalamannya ingin memastikan bahwa dia dipilih bukan karena sesuatu yang sifatnya semu dan artifisial. Pun dipilih bukan karena Gilbert yang sedang dalam posisi budak cinta yang menghilangkan pikiran logisnya dalam memutuskan sesuatu yang akan memengaruhi jalan hidupnya.

Nelly mempersiapkan beberapa pertanyaan berkaitan dengan nilai hidup yang dipegang, tujuan hidup, dan tujuan besar dari sebuah pernikahan. Tambahan lain, dia membuat pertanyaan untuk mengetahui apakah Gilbert dalam posisi budak cinta atau tidak.

Diskusi digelar, pertanyaan mengenai hal pokok yang perlu dijawab sudah disampaikan. Kesimpulan diambil Nelly, Gilbert salah membangun persepsi atas Nelly sebagai orang extrovert, pergaulan luas, dan baik hati. Saat Nelly bicara, kenyataan justru sebaliknya "aku orang introvert dengan segala ke-idle-anku."

Pun dengan pertanyaan jebakan, Nelly menanyakan pertanyaan kontradiktif pada beberapa bagian untuk menguji konsistensi sikap. Temanya tak jauh dari jadi wanita tetap di rumah, berkegiatan sosial di luar rumah, dan pekerjaan profesional.

Sebulan berjalan, Nelly mengambil jawaban untuk menolak Gilbert. Alasan utamanya, pada diskusi sederhana ternyata banyak tidak nyambungnya soal hal-hal yang menjadi hal pokok yang dipegang dalam hidup. Pun dalam preferensi yang harusnya saling melengkapi, nyatanya memang tidak ketemu. Pendek kata, "apa gunanya berpasangan kalau ngobrol aja gak nyambung".

Gilbert masih butuh konfirmasi tambahan, lalu kemudian dijawab, 
"aku bersyukur gak nerima kamu. Kalau kepala rumah tanggaku gak percaya diri dengan dirinya gimana dia membimbingku. Besok gak usah bicara tentang gajimu berapa dulu, gak semua cewek kesengsem ama kestabilan ekonomi. Talk about yourself first. Kamu gak cocok untukku, selesai di situ. Gak usah diterjemahkan lebih lanjut. Ketika ada kata gak cocok berarti akan ada yang cocok denganmu.

Kalo kamu mengartikan ditolak ini karena kamu lebih rendah dariku. Itu salah total... Bukan aku yg jadi standar orang itu rendah atau tinggi"...

Pun soal posisi budak cinta, keputusan untuk menjadikan seseorang sebagai pasangan saat menjadi bucin itu menakutkan. Dalam waktu lama, ketika kebucinan hilang, kesepakatan bersama di awal akan kehilangan kekuatannya. Menikahi orang yang ga sepenuhnya penuh kesadaran logis saat membuat kesepakatan itu seperti nyalain petasan dengan sumbu yang agak panjang. Hanya soal waktu dan keadaan untuk membuatnya hancur.

Tabik,
Semarang, 26 Jan 2020
@fahmi.basyaiban
#30HBC2026 @30haribercerita #30haribercerita
_______
Ditulis dengan izin langsung dari yang bersangkutan dengan sedikit perubahan untuk menyamarkan identitas.

0 komentar:

Post a Comment