Sunday, May 25, 2014

Nasab Ahlul Bait

Sedari sejak kecil, sejak saya belum tahu banyak tentang dunia dan apa saja yang terhampar di atasnya. Saya sudah diberitahu bahwa nasab (garis keturunan) tersambung sampai Imam Husein bin Ali ibn Abi Thalib, yang menjadikan keluarga kita menjadi bagian Ahlul Bait Nabi. Dengan hal tersebut kamu dipanggil "habib" atau "sayid". Hal itu masih tergambar jelas hingga sekarang, dan seperti pada umumnya orang Alawiyin (sebutan yang memiliki nasab ahlul bait) setiap anak harus menghafalkan nama kakeknya dari generasi ke generasi. Batasan minimal dia hafal 3 generasi di atasnya dan juga menyebutkan marga keluarga alawiyin. Achmad Fahmi bin Salim bin Achmad bin Hasan Basyaiban, itu yang harus aku hafal. Lebih lengkapnya 36 generasi sampai imam Husein sudah aku tulis di sini. Dari sekian banyak marga dalam naungan Ba'alwi, aku juga harus tahu mana-mana saja nama fam/klan yang masih masuk dan memiliki nasab ahlul bait. kira-kira gambarnya kayak gini..
Naqabatu al-Asyraf


Banyak banget, tapi tak semua marga tersebut ada di indonesia.

Dari hal atas, tentu selalu ada konsekwensi sosiologis yang mengiringinya. Ada banyak hal, tapi yang sering dibicarakan dan diulas berulang-ulang adalah masalah pernikahan, terutama dalam bahasan pernikahan sekufu. Dalam pernikahan sebaiknya Alawiyin menikah dengan sesama alawiyin untuk menjaga nasab agar terus tersambung sebagai ahlul bait nabi, hal ini berlaku bagi setiap habib dan syarifah. Hal ini pun juga berdasarkan dalil yang shahih tentang ahlul bait nabi. sudah banyak yang membahasnya dan kiranya tidak perlu dibahas di sini.

Beberapa bulan yang lalu ketika aku berdiskusi dengan ibu, salah satunya meminta izin untuk boleh menikah dalam waktu dekat, ibu pun memberikan persyaratan yang sama. "Kalau bisa dapat yang satu jamaah (satu klan)". Pun kalau abah masih hidup, jawaban yang sama juga akan terlontar. Setiap tahun ketika silaturahim keluarga besar, Ammi (paman) juga mengingatkan hal yang sama. "Ntar kalau dah siap menikah, bilang sama Ammi. Ammi carikan, pokoknya jangan sampai dapat ahwal (sebutan bagi orang diluar alawi)". 

#hakdesh.. emang resiko punya background yang agak unik, dituntut oleh hal yang tidak ada pada orang kebanyakan. Pun juga dengan posisiku saat ini juga tambah unik. Sebagai orang yang berjamaah lebih dari satu jamaah menjadikanku hybrid, satu sisi menjadi bagian jamaah alawiyah karena hubungan darah, dan di sisi yang lain menjadi bagian jamaah tarbiyah karena kesamaan pandangan dalam bermuamalah.

Yang menjadikan agak susah dan rumit adalah ketika niat untuk menyempurnakan din ini sudah ditata. Terutama dalam memilih pasangan hidup, satu sisi menjalankan apa yang sudah menjadi aturan sosiologis dalam masyarakat alawiyin dan itu juga mempunyai dalil syar'i, dengan memilih pasangan dari sesama Bani Alawi. karena kalau tidak dijalankan, banyak hal yang dikhawatirkan akan mengganggu, terutama shockculture dan keharmonisan. Di sisi lain juga punya kecenderungan memilih pasangan yang memiliki kesamaan pandangan dalam bermuamalah dan dakwah dalam jamaah tarbiyah. karena kalau sudah memiliki kesamaan pandangan dalam bermuamalah dan berdakwah, tentu tidak banyak yang harus dikompromikan.

sebenarnya kekhawatiran ini sudah lama muncul sejak berpindah ke jogja. "ntar ane kalau nikah gmana?"., soalnya tak banyak orang yang kondisinya Hybrid Jamaah antara jamaah tarbiyah dan jamaah alawiyah. Tapi dari keadaan ini sesuai saran dari beberapa shahib, "mungkin dari keadaan itu Allah menyiapkan skenario terbaik. Jangan sampai keadaan ini malah membuat jauh dari Allah dan memunculkan prasangka pada Allah. Perbanyak minta petunjuk dan mendekatkan diri pada Allah". Istikharah sesuai dengan makna bahasanya meminta kebaikan, maka jangan pernah sampai berhenti meminta kebaikan pada Allah swt. Karena Allah sebaik-baik perencana. Wa Allahu a'lam

Bismillah, menjaga konsistensi taqarrub ila Allah di setiap sepertiga malam terakhir.

4 comments:

  1. Uni punya temen ini... (membuka pembicaraan...) ^___^

    ReplyDelete
  2. kebetulan saya mempunyai teman yang hampir sama dilemanya dengan fahmi. antara tarbiyah dan klan kelurga. Alhamdulillah akhwat tadi telah menikah dengan sama2 keturunan arab, dan juga ikhwah tarbiyah.
    semoga fahmi bisa tak meninggalkan tarbiyah, namun juga tetap menjaga klan keluarga

    ReplyDelete