Monday, November 23, 2015

Jiwa yang bertaut



Al-arwahu junudun mujannadah

Jiwa-jiwa orang yang berada dalam kebaikan itu saling berhimpun dan bersatu seperti sebuah pasukan, mereka mengenal satu sama meski mereka belum pernah bertemu dalam wujud raga.

Suatu ketika Najamuddin, ayah dari pendekar islam yang dikenang sejarah; Shalahuddin al-Ayyubi; ditawari ayahandanya untuk menikah dengan salah satu dari anak sulthan. Najamudin menolak permintaan sang ayah dengan jawaban yang cukup singkat 
"Dia tidak cocok untukku"
Sang Ayah bertanya pada Najamudin, "lalu bagaimana yang engkau inginkan?"
"Wahai ayahku, aku menginginkan seorang istri yang bisa menggandengku bersama-sama menuju surga. dan darinya akan lahir pahlawan yang akan membebaskan baitul maqdis" 

Beberapa hari kemudian ayah dari Najamuddin berniat mengunjungi rumah seorang syaikh di dekat rumahnya. Di dalam rumah seorang syaikh itu ternyata ada tamu seorang wanita yang baru saja menolak pinangan dari seorang yang cukup terpandang. Sang Syaikh bertanya, 
"wahai anakku mengapa engkau menolak pinangannya?"
"dia tidak cocok untukku" jawab singkat wanita tersebut
"lalu bagaimana yang engkau inginkan?"
"Ya Syaikh, Aku menginginkan suami yang bisa menggandengku bersama-sama masuk surga, dan darinya akan kulahirkan seorang pahlawan yang akan membebaskan baitul maqdis"

Obrolan itu didengarkan oleh Najamuddin yang tiba di rumah sang Syaikh, Ayah Najamuddin langsung mendapatkan jawaban dari obrolan bersama anaknya beberapa hari yang sebelumnya. Singkat cerita wanita tersebut akhirnya menikah dengan Najamuddin, darinya terlahir Shalahuddin al-Ayyubi yang di kemudian hari menjadi pahlawan Islam yang bisa membebaskan Baitul Maqdis dari tentara salib.

***
Kisah singkat di atas mungkin menyisakan tanya, mengapa ada kebetulan yang demikian? kenapa ada dua orang yang sebelumnya belum mengenal sama sekali bisa mengatakan perkataan yang hampir sama dalam satu perkara yang sifatnya sangat personal? jawabnya adalah karena jiwa orang yang mempunyai visi yang sama dalam kebaikan sejatinya sudah mengenal satu sama lain di alam arwah. Jadi ketika bertemu di dunia secara langsung mereka berada dalam satu frekuensi yang sama. Dalam menerima atau menolak pinangan kadang kecocokan jiwalah yang menjadikan seseorang memutuskan. Dalam bahasa jawa kecocokan jiwa inilah yang diistilahkan dengan "sreg", dan sreg dan tidaknya itu tidak selamanya bisa dijelaskan dengan alasan logis. Misal kisah yang terkenal adalah kisah Gusti Nurul Mangkunegaran yang menolak Soekarno, Sulthan Hamenkubuwono IX dan Syahrir, dan lebih menerima seorang Soejarso yang tak banyak dikenal orang, tak punya prestasi dan kedudukan sementereng tiga orang lainnya. 

Jiwa-jiwa itu sudah dituliskan takdirnya di lauhul mahfudz untuk bertemu pasangannya sesuai dengan apa yang tertulis, tak ada yang akan tertukar antara satu dengan yang lain. Jangan sampai usaha dalam menemukan belahan jiwa itu dihiasi dengan sesuatu yang bisa merusak kejernihan jiwa yang hadirkan buruk sangka pada Sebaik-baiknya Perencana..

@fahmibasyaiban
Yogyakarta

3 comments: