rangkaian agenda Community Journalism Competition telah
berakhir, 7 hari yang padat dan menguras tenaga telah dilewati. Ada pula kisah
yang telah terukir, bertemu dengan orang-orang dengan karakter yang belum
pernah dijumpai, serta taburan ilmu yang sangat disayangkan ketika dilewatkan
begitu saja.
Dari proses workshop 3 hari, mata ini terbuka tentang dunia
yang baru beberapa bulan saya tekuni dengan serius. Yah.. dunia fotografi dan
sinematografi. rasanya masih baru kemarin ketika diri ini mulai tertarik dengan
dunia dibalik film yang bisa merekam jejak-jejak sejarah manusia. Yah sejak SMP
saya sudah tertarik dengan dunia fotografi dan sinmatografi, tapi sepanjang
perjalanan waktu, kesempatan memperoleh kolam untuk mengasah kemampuan ini
terbatas. Terbatas komunitasnya, terbatas pula dana untuk menekuninya.
Taburan ilmu-ilmu di workshop ini yang saya incar, bukan
hadiah diakhir perjalanannya. Belajar langsung dari praktisi yang sudah makan
asam garamnya dunia fotografi dan perfileman. Mulai dari proses pra produksi,
produksi, dan pasca produksi, semuanya tersedia selama tiga hari workshop. Kalau
saja kami gelap mata meniatkan hanya mengincar hadiahnya saja, mungkin
penyerapan ilmu dari orang-orang inspiratif ini tak akan maksimal.
Yang menjadi menarik adalah kami ditantang menerapkan ilmu
dari workshop 3 hari ke proses produksi film dengan waktu yang sangat terbatas.
Ini adalah tantangan tersendiri kawan, bagi kami yang masih sangat awam di
dunia ini. Mengunjungi komunitas social entrepreneur untuk difilmkan,
kami menjadi documenterist dadakan. Seperti halnya kerja-kerja lainnya disini
tidak hanya butuh superman tapi superteam. Menjadi leader di tim ini
gampang-gampang sulit karena kami semua masih amatir, diawal pembentukan tim,
pembagian kerja adalah titik penting. Nah ini bagianku yang agak banyak, jadi
Director Production sekaligus editor. Di awal produksi sudah saya sampaikan
dengan rekan yang lain, mohon maaf nanti ketika produksi, saya bakal banyak berteriak-teriak dan marah-marah. Jawab mereka ridho dan liya, kami udah
terbiasa denganmu, tenang saja.. #haha . klo kaya gini enak klo buat
teriak-teriak.... kesulitan di produksi adalah keawaman kami, beberapa kali
instruksi ke kameramen gak nyambung, terpaksa harus ngajarin dulu, tapi inilah prosesnya
proses belajar dan membagi ilmu ke yang lain.
Proses produksi
berakhir dengan lancar, saatnya kembali ke jakarta lagi. Memulai bagian
terpenting dalam film, ‘editing’. Ujian diberikan kepada kami lagi, dari waktu
16 jam yang diberikan untuk editing yang dimulai jam 9 dan selesai jam 2 malam.
Kami memulainya jam 6 sore, telat hampir 10 jam sendiri, dan tim yang
lain sudah mulai dan hampir selesai. Penyebabnya karena masalah teknis dari
panitia, kabel firewire 800 Cuma tersedia 3 biji, kami harus bergantian. Dan akhirnya
kami walkout dari ruangan, *haha… pindah ke tempat lain supaya bisa segera
memulai editing.
Inilah kerja beratnya dari tiga orang dalam tim, hanya saya
yang pernah mengoperasikan software editing professional. Dan jihad selama 16
jam pun dimulai. Dimulai jam 6sore berakhir jam 7 pagi, tanpa tidur, tanpa
mandi, tanpa sikat gigi… #haha.. selamat datang di dunia documentaries. Berkutat
di hadapan iMac dengan software Final Cut Pro, capture kaset ke bentuk digital,
potong sana sini, sambung, dan jadilah sebuah film documenter pendek.
Terimakasih atas semua bantuan dalam semua prosesnya,
British Council, mb Ria, mb dian, mb dhika, mb rani, mas ari, mas acung, bu
rini, pak majid, mas acung, mbok dar, arif, mb luki.
Dan especially ridho dan liya, terimakasih telah bersabar
atas bentakan, arahan, sindiran, atau guyonan yang garing, dll. Semoga bisa
bekerjasama dilain kesempatan…
0 komentar:
Post a Comment