Monday, January 6, 2020

KEREBEKAN ITU TIDAK IDENTIK DENGAN PEREMPUAN



"Ketrigger judul postinganmu sih, Travelling with woman. Kebaca faktor woman ini segitu harus disesuaikan...

Isi tipsnya sih oke ya, even no 2, gak cuma laki2 sih, aku pun kadang ngerasa temen perempuan ada yg lelet (pake banget) juga.

Tapi temen cowok yg lelet juga, ya ada juga..."

Respon dari salah satu teman setelah membaca tulisan yang lalu. Saya berterima kasih sekali atas masukannya, tulisan itu ga bermaksud menggiring pada isu bias gender. Saya sudah menjawab dan jelaskan pada rekan tersebut, maksud dari tulisan itu tidak ingin mengidentikan bahwa kerebekan itu identik dengan gender especially perempuan.

Tulisan itu sebenarnya hanya untuk menjawab stigma atau stereotypes yang sudah muncul sejak lama, bahwa jalan dengan perempuan itu identik dengan kerebekan. Kenyataannya, dari pengalaman yang ada, "rasa" akan rebek dan overwhelmed itu tidak terjadi.

Tips yang tertulis pun sangat universal, bahwa rasa kerebekan itu datang dari faktor internal orangnya sendiri, bukan dari faktor eksternal yang menjadi faktor dominan seperti dengan siapa dan bergender apa teman perjalanannya. Selama orang selesai dengan faktor internal dirinya sendiri yang terderivasi pada sikapnya merespon sesuatu, semuanya akan baik-baik saja.

Stereotypes memang jadi musuh bersama karena menggiring pada prejudice, selain "perempuan itu rebek" stereotypes lain pada laki juga ada, "laki itu semuanya rapist". Sikap untuk percaya pada stereotypes tersebut dikembalikan ke pribadi masing-masing, mau terjebak atau memilih jadi jernih melihat sesuatu dengan hati-hati sebelum mengambil sikap.

Tabik,
Semarang, 06 Jan 20
@fahmi.basyaiban

@30haribercerita #30haribercerita #30HBC2006

0 komentar:

Post a Comment