Friday, July 27, 2018

MENDUATUJUH


Club 27, sebuah mitos yang berulang terjadi pada beberapa selebriti dunia dari berbagai negara. Mereka yang masuk klub ini adalah artis-artis yang mati atau mengakhiri hidupnya di umur 27. Jadi apa sebenarnya yang membuat angka 27 ini dimitoskan menjadi sesuatu yang sedikit menyeramkan?

Umur 27 kalau menurut saya itu adalah umur ujian seseorang bisa berhasil atau tidak melewati life quarter crisis di umur 25. Bagi mereka yang tak kunjung berhasil melewatinya, umur 27 menjadi batas akhirnya dia akan bertahan atau menjadi pecundang. Setiap orang pasti punya cerita masing masing tentang life quarter crisisnya, masa di mana titik temu antara impian, angan-angan, dan rencana hidup; bertemu dengan realitas bahwa semuanya tidak semudah yang dibayangkan dan direncanakan. Orang yang sudah selesai kuliah dan mulai bekerja di bidangnya mulai menemukan tatanan realitas hidupnya sebagai pekerja bahwa survive dalam profesinya ternyata tidak mudah. Serangkaian penanda sosial sebagai orang dewasa mulai disematkan. Di umur ini orang sudah terlalu malu untuk minta uang saku pada orang tua. Di umur ini tekanan sosial sebagai manusia dewasa mulai bermunculan: karir, pernikahan, harta, dan status sosial.

Dua tahun lalu saya melewati life quarter crisis dengan posisi yang tidak begitu baik. Saya mengambil pilihan untuk pulang ke rumah, memulai dengan tabungan mendekati nol, meninggalkan pekerjaan, meninggalkan jejaring yang selama ini terbentuk di kota, dan mencoba memulai hidup dari awal kembali dengan pulang ke desa. Berat? Tentu saja.. Bukan berat secara fisik, tapi berat dalam berfikir dan merenung... "Habis ini gue mau ngapain? Jatah hidup gue beberapa tahun ke depan mau gue apain? ..."

Krisis yang hampir mirip pernah saya dapati saat umur 17 tahun, awal semester dua jadi mahasiswa itu Abah meninggal dunia. Selanjutnya terasa gelap dan berat. Masalah-masalah yang biasanya diselesaikan Abah, mau ga mau saya yang selesaikan. Kemudian dihadapkan pada dua pilihan "berhenti kuliah atau lanjut kuliah? Dengan ketidakpastian darimana biaya kuliah bisa didapatkan". Alhamdulillah masa itu terlewati dengan bisa menyelesaikan kuliah sampai diwisuda 4 tahun setelahnya. Pengalaman ini menjadi modal penting untuk melewati life after crisis yang datang di umur 25,

Perjalanan melewati life quarter crisis, saya awali dengan operasi mengambil plate yang sudah satu tahun terpasang di tulang klavikula. Setidaknya sambil recovery saya bisa deep thinking dan ada alasan kenapa gue "nganggur". Apa yang dilakukan? Saya banyak baca dan mempelajari hal-hal paling mendasar dalam hidup. Apa tujuan hidup kita di dunia? Apa yang menjadi ultimate goal? Lalu bagaiamana tahapan menuju ke sana? Dengan cara apa? Dengan apa mengukur berhasil atau tidaknya?

Memperbaiki hubungan baik dengan Allah tuhan semesta alam dan mengakrabi kitab suci menjadi titik balik yang melegakan. Dua bulan recovery paska operasi itu terlewati, bekas luka operasi telah kering, dan crisis seperempat umur itu lewat juga. Saya menata hidup kembali untuk bisa lebih terukur dan terus merapal doa agar hasilnya selalu baik menurut ukuran Allah dan semuanya Dia ridhai.

Dua tahun berlalu, keadaan menjadi lebih baik dan menyenangkan. Alhamdulillah saya tidak masuk ke club 27 yang gagal melewati life quarter crisis dengan mengakhiri hidup. Allah masih memberikan kemudahan yang begitu banyak, menjadikan yang sebelumnya tidak mungkin menjadi mungkin. Saya menemukan jalan karir baru, menemukan saluran belajar baru, menemukan jejaring baru, dan yang paling penting adalah saya menemukan jawaban tentang tujuan hidup yang lebih kuat dari sebelumnya. Kesemuanya itu menghadirkan kesyukuran dan kesabaran dalam menempuh proses menuju ultimate goal sebagai manusia.

Selanjutnya ada apa di 27? Semoga Allah berkahi umur, karuniakan semangat belajar untuk bisa mempelajari hal-hal baru, mengeksplorasinya, dan menemukan hikmah pada ilmu untuk memberi kebermanfaatan.

27th, 91-18.. Semarang, 20/04/18
@fahmi.basyaiban

0 komentar:

Post a Comment